Fatwa Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)


FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor 75/DSN-MUI/VII/2009
Tentang
Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَنِ ٱلرَّحِيمِ
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah
Menimbang
:
  1. bahwa metode penjualan barang dan produk jasa dengan menggunakan jejaring pemasaran (network marketing) atau pola penjualan berjenjang termasuk di dalamnya Multi Level Marketing (MLM) telah dipraktikkan oleh masyarakat;
  2. bahwa praktik penjualan barang dan produk jasa seperti ter-sebut pada butir a telah berkembang sedemikian rupa dengan inovasi dan pola yang beragam, namun belum dapat dipastikan kesesuaiannya dengan prinsip syariah;
  3. bahwa praktik penjualan barang dan produk jasa seperti ter-sebut pada butir a dapat berpotensi merugikan masyarakat dan mengandung hal-hal yang diharamkan;
  4. bahwa agar mendapatkan pedoman syariah yang jelas mengenai praktik penjualan langsung berjenjang syariah (PLBS), DSN-MUI perlu menetapkan Fatwa tentang Pedoman PLBS.
Mengingat
:
  1. Firman Allah SWT, antara lain:
    1. QS. al-Nisa' [4]: 29:
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ...
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela di antaramu …"
    1. QS. al-Ma`idah [5]: 1:
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُودِ ...
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …"
    1. QS. al-Ma`idah [5]: 2:
... وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَ التَّقْوَى ...
"... dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan …"
    1. QS. al-Muthaffifiin [8]: 1-3
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ الَّذِيْنَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وََّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi."
    1. QS. al-Baqarah [2]: 198:
... لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلاً مِّنْ رَّبِّكُمْ ...
"… Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu …"
    1. QS. al-Baqarah [2]: 275:
... وَأَحَلََّ الله الْبَيِْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...
"… Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …"
    1. QS. al-Baqarah [2]: 279:
... لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ
"… Kamu tidak boleh menzalimi orang lain dan tidak boleh dizalimi orang lain."
    1. QS. al-Ma`idah [5]: 90
يَا اَيُّهَاالَّذِيْنَ آَمَنُوْا اِنَّمَا الْخَْمرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَا جْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوانَ.
"Hai orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji, perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
  1. Hadis Nabi SAW, antara lain:
    1. Hadis Nabi
... المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَ لاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف).
"… Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR. Tirmidzi dari'Amr bin 'Auf)
    1. Hadis Nabi
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما عن أبي سعيد الخدري)
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain." (HR. Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa'id al-Khudri)
    1. Hadis Qudsi riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:
إِِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ : أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا (رواه ابو داود عن أبي هريرة)
"Allah s.w.t. berfirman, "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka." (HR. Abu Dawud, yang dishahihkan oleh al Hakim, dari Abu Hurairah)
    1. Hadis Nabi
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواَه الخمسة عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ)
"Nabi SAW melarang jual beli dengan cara melempar batu dan jual beli gharar."(HR. Khomsah dari Abu Hurairah)
    1. Hadis Nabi
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا (رواَه مسلم عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ)
"Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami." (Hadis Nabi riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah)
    1. Hadis Nabi
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغْيِ وَحُلْوَانِ الْكَا هِنِ (متفق عليه)
"Nabi SAW melarang (penggunaan) uang dari penjualan anjing, uang hasil pelacuran dan uang yang diberikan kepada paranormal." (Muttafaq 'alaih)
    1. Hadis Nabi
إِنَّ اللهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالْأَصْنَامِ؛ فَقِيْلَ: يَارَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجَلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ لاَ، هُوَ حَرَامٌ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَالِكَ: قَاتَلَ اللهُ اليَهُودَ، إِنَّ اللهَ لَـمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ (متفق عليه)
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan patung-patung. Rasulullah ditanya, "Wahai Rasulullah. Tahukah Anda tentang lemak bangkai, ia dapat dipakai untuk mengecat kapal-kapal, untuk meminyaki kulit-kulit dan dipakai untuk penerangan (lampu) oleh banyak orang?" Nabi SAW menjawab, "Tidak ! Ia adalah haram." Nabi SAW. kemudian berkata lagi, "Allah memerangi orang-orang Yahudi karena ketika Allah mengharamkan lemak bangkai kepada mereka, mereka mencairkannya dan menjualnya, kemudian mereka memakai hasil penjualannya." (Muttafaq 'alaihi)
    1. Hadis Nabi
لَعَنَ اللهُ الرّاَشِي وَالْمُرْتَشِي (رواه أحمد والترمذى)
"Allah melaknat pemberi dan penerima risywah." (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi)
  1. Kaidah Fikih:
    1. Kaidah Fikih:
الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
    1. Kaidah Fikih:
الأجْرُ عَلىَ قَدرِ الْمَشَقَّةِ.
"Ujrah/kompensasi sesuai dengan tingkat kesulitan (kerja)"
Memperhatikan
:
  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 73/MPP/Kep/3/2000 tanggal 20 Maret 2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang;
  2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 289/MPP/Kep/10/2001 BAB VIII Pasal 22 tentang Ijin Usaha Penjualan Berjenjang;
  3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
  4. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
FATWA TENTANG PEDOMAN PENJUALAN LANG-SUNG BERJENJANG SYARIAH
Pertama
:
Ketentuan Umum
  1. Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut.
  2. Barang adalah setiap benda berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat dimiliki, diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
  3. Produk jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau pelayanan untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
  4. Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan atau produk jasa dengan sistem penjualan langsung yang terdaftar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Konsumen adalah pihak pengguna barang dan atau jasa, dan tidak bermaksud untuk memperdagangkannya.
  6. Komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan berdasarkan prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang dan atau produk jasa.
  7. Bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, karena berhasil melampaui target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.
  8. Ighra' adalah daya tarik luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya demi melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka mempereroleh bonus atau komisi yang dijanjikan.
  9. Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perek-rutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
  10. Excessive mark-up adalah batas marjin laba yang ber-lebihan yang dikaitkan dengan hal-hal lain di luar biaya.
  11. Member get member adalah strategi perekrutan keang-gotaan baru PLB yang dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya.
  12. Mitra usaha/stockist adalah pengecer/retailer yang men-jual/memasarkan produk-produk penjualan langsung.
Kedua
:
Ketentuan Hukum
Praktik PLBS wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
  2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
  3. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
  4. Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
  5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
  6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
  7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
  8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra'.
  9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
  10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain;
  11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
  12. Tidak melakukan kegiatan money game.
Ketiga
:
Ketentuan Akad
Akad-akad yang dapat digunakan dalam PLBS adalah:
  1. Akad Bai'/Murabahah merujuk kepada substansi Fatwa No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; Fatwa No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah;
  2. Akad Wakalah bil Ujrah merujuk kepada substansi Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah;
  3. Akad Ju'alah merujuk kepada substansi Fatwa No. 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju'alah;
  4. Akad Ijarah merujuk kepada substansi Fatwa No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
  5. Akad-akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah setelah dikeluarkan fatwa oleh DSN-MUI.
Keempat
:
Ketentuan Penutup
  1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan per-undang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip syariah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan keten-tuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di
:
Jakarta
Tanggal
:
3 Sya’ban 1430 H

25 Juli 2009 M
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
http://www.dsnmui.or.id/uploads/default/sahal.png
K.H. MA Sahal Mahfudh

Sekretaris
http://www.dsnmui.or.id/uploads/default/ichwan.png
Drs. H. M Ichwan Sam


Tinjauan Hukum Bisnis Paytren

Bismillahir rahmaanir raahiim


Karena begitu banyak member yang mengajukan hal ini, dan melalui diskusi panjang dengan melibatkan pelaku bisnis tersebut dan dengan meminta dalil atau ibaroh pendukung 'keHALALan' bisnis tersebut, maka dari seluruh post pertanyaan terkait, mereka pelaku bisnis ini hanya menyodorkan LINK-LINK yang berisi cara kerja paytren dan nyaris tak ada yang mengulas, menampilkan, menguji dan diskusi untuk membahas dari segi ilmu fiqihnya sebagai bagian dari muamalah. Memang disayangkan, sampai saat ini jalannya diskusi belum melibatkan/share pembahasan masalah dengan dewan syari'ah pusat bisnis PAYTREN. Dan bahkan SERTFIKAT KEHALALAN yang katanya dikeluarkan lembaga keagamaan MUI yang di gadang gadang dan di akui serta di publikasi oleh pelaku bisnis ini pada promonya, TIDAK KAMI TEMUI.

Selanjutnya, setelah kami melakukan diskusi panjang, mengamati, memperhatikan serta menyimak semua informasi yang disuguhkan pelaku bisnis ini, kami berkesimpulan hukum bisnis ini 'HARAM' (sama halnya dengan hukum bisnis yang menggunakan sistem MLM lainnya yang diharamkan dalam Bahtsul Masail antar Pondok Pesantren di PP. MUS SARANG) sampai ada pelaku bisnis dan atau yang tergabung dalam dewan syari'ah bisnis ini yang mampu menampilkan ibaroh mu'tabaroh yang mampu menghilangkan semua illat atas 'keharamannya'.

BERIKUT ALASAN DAN ILAT ATAS ‘KEHARAMAN’ BISNIS PAYTREN
  1. Ada dua transaksi dalam satu akad saat mendaftar (jual beli+jualah)yang mana hal tersebut di larang.
  2. Ada income pasif (pendapatan yang bukan dari amal kerja sendiri melainkan berasal dari/disebabkan rekruitmen dan transaksi dari orang lain/downline).
  3. Berpotensi adanya dhoror (merugikan sebagian orang yang tidak dapat downline baru karna telah membayar, meskipun dapat aplikasi pembayaran tetapi penggunaannya harus nyaldo (menyimpan saldo) terlebih dahulu yang berarti harus punya modal, padahal jasa pembayaran lain yang notabene sama sama butuh modal semisal jadi agen/m-banking tidak perlu membayar, juga keuntungan transaksi pribadi relatif kecil di banding pendapatan dari bisnis MLM-nya yang dapat terus mengalir).
  4. Adanya ketidakadilan dan ghoror (dimana bonus/casback tidak hanya sesuai transaksi usaha sendiri, melainkan juga tergantung jumlah, rekruitmen dan transaksi dari downline)
  5. Dapat menyebabkan dholim berantai (karna sistem MLM yang bonusnya cukup menggiurkan jika memiliki downline, maka anggota akan berusaha merekrut anggota baru agar mendapatkan untung, begitu juga bawahannya dan seterusnya tiada habisnya padahal keuntungan yang terus mengalir itu berasal dari amal orang lain).
*** PERLU DICATAT, bukan transaksi aplikasinya yang HARAM, tapi yang HARAM adalah sistem muamalah cari downline-nya (MLM) ***

Pengamatan kami, semua member bahkan petinggi bisnis ini dalam promonya hanya memamerkan kemudahan transaksi lewat aplikasinya, padahal keuntungan besar yang dapat terus mengalir itu karena sistem jaringan MLM-nya dan itu mayoritas yang diburu anggota.
BERIKUT PENJABARAN BESERTA DALIL MENGENAI KEHARAMAN-NYA PERTAMA, ada dua transaksi dalam satu akad saat mendaftar (jual beli+jualah) yang mana yang membeli akan dapat mengikuti MLM atau dengan kata lain membeli produk berlisensi dijadikan syarat jualah paytren, ini tentu terlarang karna menimbulkan ghoror dan ketidak-jelasan iwad dalam jual belinya. Bonus dalam paytren tidak dapat di anggap hadiah, karena adanya bonus tersebut sudah ada dalam perjanjian saat pertama kali mendaftar (beli paytren berlisensi) secara otomatis dalam sistemnya, tidak ada ceritanya membeli paket mitra pebisnis tapi tidak dapat mengikuti MLM untuk dapat bonus dengan mencari downline-downline dahulu.

انوار البروق 3/261
(ﺍﻟﻔﺮﻕ ﺍﻟﺴﺎﺩﺱ ﻭﺍﻟﺨﻤﺴﻮﻥ ﻭﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺑﻴﻦ ﻗﺎﻋﺪﺓ ﻣﺎ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﺟﺘﻤﺎﻋﻪ ﻣﻊ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﻭﻗﺎﻋﺪﺓ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﺟﺘﻤﺎﻋﻪ ﻣﻌﻪ ) ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺟﻤﻌﻮﺍ ﺃﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﺟﺘﻤﺎﻋﻬﺎ ﻣﻊ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻚ ﺟﺺ ﻣﺸﻨﻖ ﻓﺎﻟﺠﻴﻢ ﻟﻠﺠﻌﺎﻟﺔ ﻭﺍﻟﺼﺎﺩ ﻟﻠﺼﺮﻑ ﻭﺍﻟﻤﻴﻢ ﻟﻠﻤﺴﺎﻗﺎﺓ ﻭﺍﻟﺸﻴﻦ ﻟﻠﺸﺮﻛﺔ ﻭﺍﻟﻨﻮﻥ ﻟﻠﻨﻜﺎﺡ ﻭﺍﻟﻘﺎﻑ ﻟﻠﻘﺮﺍﺽ ﻭﺍﻟﺴﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺮﻕ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﺃﺳﺒﺎﺏ ﻻﺷﺘﻤﺎﻟﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺼﻴﻞ ﺣﻜﻤﺘﻬﺎ ﻓﻲ ﻣﺴﺒﺒﺎﺗﻬﺎ ﺑﻄﺮﻳﻖ ﺍﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺔ ﻭﺍﻟﺸﻲﺀ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ ﺑﺎﻻﻋﺘﺒﺎﺭ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ ﻻ ﻳﻨﺎﺳﺐ ﺍﻟﻤﺘﻀﺎﺩﻳﻦ ﻓﻜﻞ ﻋﻘﺪﻳﻦ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺗﻀﺎﺩ ﻻ ﻳﺠﻤﻌﻬﻤﺎ ﻋﻘﺪ ﻭﺍﺣﺪ ﻓﻠﺬﻟﻚ ﺍﺧﺘﺼﺖ ﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﺟﺘﻤﺎﻋﻬﺎ ﻣﻊ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﻛﺎﻹﺟﺎﺭﺓ ﺑﺨﻼﻑ ﺍﻟﺠﻌﺎﻟﺔ ﻟﻠﺰﻭﻡ ﺍﻟﺠﻬﺎﻟﺔ ﻓﻲ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﺠﻌﺎﻟﺔ ﻭﺫﻟﻚ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﻭﺍﻹﺟﺎﺯﺓ ﻣﺒﻨﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﻲ ﺍﻟﻐﺮﺭ ﻭﺍﻟﺠﻬﺎﻟﺔ ﻟﻪ ﻭﺫﻟﻚ ﻣﻮﻓﻖ ﻟﻠﺒﻴﻊ
موسوعة الفقهية  9 ص 266
حُكْمُ الْبَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ :
4 - الْبَيْعَتَانِ فِي بَيْعَةٍ أَحَدُ الْبُيُوعِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا ، وَقَدْ وَرَدَ النَّهْيُ عَنْهَا فِي ثَلاثِ رِوَايَاتٍ : الأُولَى : رِوَايَةُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : " نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ " (1) وَمِثْلُهَا رِوَايَةُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا . (2)
وَرِوَايَةُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا < نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ ، وَعَنْ رِبْحِ مَا لَمْ يُضْمَنْ > (3)
الثَّانِيَةُ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : < مَنْ بَاعَ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أَوِ الرِّبَا > (4) وَقَالَ الشَّوْكَانِيُّ : فِي إِسْنَادِهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ ، وَقَدْ تَكَلَّمَ فِيهِ غَيْرُ وَاحِدٍ (5) .
الثَّالِثَةُ : عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ < نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِي صَفْقَةٍ > (6) وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهُ " لا تَحِلُّ الصَّفْقَتَانِ فِي الصَّفْقَةِ " (1) وَفِي أُخْرَى مَوْقُوفَةٍ < الصَّفْقَةُ فِي الصَّفْقَتَيْنِ رِبًا > (2)
فَالْبَيْعَتَانِ فِي بَيْعَةٍ عَقْدٌ مُحَرَّمٌ ، يَأْثَمُ مَنْ يُقْدِمُ عَلَيْهِ لِمُخَالَفَتِهِ النَّهْيَ ، وَهُوَ عَقْدٌ فَاسِدٌ
الفقه على المذاهب الأربعة (2/  160)
 الحالة الخامسة : " أن يكون الشرط مما لا يقتضيه العقد ولم يكن لمصلحته وليس شرطا لصحته أو كان لغوا " وذلك هو الشرط الفاسد الذي يضر بالعقد كما إذا قال له بعتك بستاني هذا بشرط أن تبيعني دارك أو تقرضني كذا أو تعطيني فائدة مالية . وإنما يبطل العقد بشرط ذلك إذا كان الشرط في صلب العقد أما إذا كان قبله ولو كتابه فإنه يصح . أو يقول : بعتك زرعا بشرط أن تحصده أو ثوبا بشرط أن تخيطه أو بطيخا أو حبطا بشرط أن تحمله . وغير ذلك ما لا يقتضيه العقد وليس في مصلحته ولا شرطا في صحته . وإذا باع له شيئا بثمن مؤجل إلى أجل معلوم بشرط أن يدفع له رهنا معلوما كأن يقول له : بعتك هذه الدار بثمن في ذمتك بشرط أن ترهنني به الفدان الفلاني أو الأرض الفلانية المعينة فإنه يصح . أما إذا لم يعين بأن قال له : ترهنني به شيئا أو أرضا فإن البيع يكون فاسدا . ومثل ذلك ما إذا باع له شيئا بشرط أن يحضر له كفيلا . فإن كان الكفيل معلوما صح وإن كان مجهولا فإنه لا يصح

ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﺸﺮﻗﺎﻭﻱ 2/53 ( ﻭﻋﺒﺎﺭﺗﻪ ) : ( ﻭﺑﻴﻊ ﺑﺸﺮﻁ ) ﻛﺒﻴﻊ ﺑﺸﺮﻁ ﺑﻴﻊ ﺍﻭ ﻗﺮﺽ ﻟﻠﻨﻬﻲ ﻋﻨﻪ ﻓﻰ ﺧﺒﺮ ﺃﺑﻰ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﻏﻴﺮﻩ ( ﻗﻮﻟﻪ ﻛﺒﻴﻊ ﺑﺸﺮﻁ ﺍﻟﺦ ) ﻛﺒﻌﺘﻚ ﺫﺍﺍﻟﻌﺒﺪ ﺑﺄﻟﻒ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﺗﺒﻴﻌﻨﻰ ﺩﺍﺭﻙ ﺑﻜﺬﺍ ، ﺍﻭ ﺗﻘﺮﺿﻨﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﺭﺍﻫﻢ ، ﺛﻢ ﺍﻥ ﺃﻭﻗﻌﻮﺍ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﺑﺄﻥ ﺑﺎﻋﻪ ﺍﻟﺪﺍﺭ ﺃﻭ ﺃﻗﺮﺿﻪ ﺍﻟﺪﺭﺍﻫﻢ ﻣﻊ ﻋﻠﻤﻬﻤﺎ ﺑﻔﺴﺎﺩ ﺍﻷﻭﻝ ﺻﺢ ﻭﺍﻻ ﻓﻼ ﻭﻣﺤﻞ ﻓﺴﺎﺩ ﺍﻷﻭﻝ ﺍﻥ ﻭﻗﻊ ﺍﻟﺸﺮﻁ ﻓﻰ ﺻﻠﺐ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﻭﺍﻻ ﻓﻼ ﻳﻀﺮ ﺇﻫ

KEDUA, adanya upah yang tidak maklum dalam dongkraannya (berubah-ubah bergantung pada rekrut dan transaksi downline).

KETIGA, adanya income pasif, dimana terdapat sebagian pendapatan yang bukan karna usaha sendiri dalam jualahnya melainkan atas amal orang lain (bonus generasi dan cashback dari transaksi downline hingga generasi ke 10), jadi terdapat kecacatan dalam syarat rukun jualahnya. Meskipun upline melakukan pembinaan kepada downline-nya, hal tersebut belum mencukupi karna amalnya bukan SETIAP KALI mitra mendapat bonus/cashback.

موسوعة الفقهية  15 ص 216
قَالَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ : يُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ عَقْدِ الْجِعَالَةِ أَنْ يَكُونَ الْجُعْلُ مَالا مَعْلُومًا جِنْسًا وَقَدْرًا ؛ لأَنَّ جَهَالَةَ الْعِوَضِ تُفَوِّتُ الْمَقْصُودَ مِنْ عَقْدِ الْجِعَالَةِ ، إِذْ لا يَكَادُ أَحَدٌ يَرْغَبُ فِي الْعَمَلِ مَعَ جَهْلِهِ بِالْجُعْلِ ، هَذَا فَضْلا عَنْ أَنَّهُ لا حَاجَةَ لِجَهَالَتِهِ فِي الْعَقْدِ ، بِخِلافِ الْعَمَلِ وَالْعَامِلِ حَيْثُ تُغْتَفَرُ جَهَالَتُهُمَا لِلْحَاجَةِ إِلَى ذَلِكَ

حاشية إعانة الطالبين (3/ 146)
وشرعا التزام عوض معلوم على عمل معين أو مجهول عسر علمه، وأركانها إجمالا أربعة، وكلها قد تضمنها التعريف المذكور، الركن الاول: العاقد، وهو الملتزم للعوض، ولو غير المالك، والعامل، وشرط في الاول، اختيار، وإطلاق تصرف، فلا تصح التزام مكره، وصبي، ومجنون، ومحجور سفه، وفي الثاني: ولو كان غير معين، علمه بالالتزام، فلو قال إن رد آبقي زيد فله كذا، فرده غير عالم بذلك، لم يستحق شيئا، والمثال الاول للمعين، والثاني لغيره، وشرط فيه أيضا، إذا كان معينا، أهلية العمل، فيصح ممن هو أهل له، ولو عبدا، وصبيا، ومجنونا، ومحجور سفه، بخلاف صغير لا يقدر على العمل، لان منفعته معدومة، فالجعالة معه كاستئجار أعمى للحفظ، وهو لا يصح، فكذلك هذا الركن الثاني: الصيغة، وهي من طرف الجاعل، لا العامل، فلا يشترط قبول منه لفظا، بل يكفي العمل منه، وشرط فيها عدم التأقيت، لان التأقيت قد يفوت الغرض، الركن الثالث، الجعل وشرط فيه ما شرط في الثمن، فما لا يصح ثمنا لكونه مجهولا أو نجسا، لا يصح جعله جعلا، ويستحق العامل أجرة المثل في المجهول والنجس المقصود، كخمر، وجلد ميتة، فإن لم يكن مقصودا، كدم، فلا شئ له
حاشية إعانة الطالبين (3/ 146)
الركن الرابع: العمل وشرط فيه كلفة، وعدم تعينه، فلا جعل فيما لا كلفة فيه، كأن قال من دلني على مالي فله كذا، فدله عليه، وهو بيد غيره، ولا كلفة، ولا فيما تعين، كأن قال من رد مالي فله كذا، فرده من تعين عليه الرد لنحو غصب، لان ما لا كلفة فيه وما تعين عليه شرعا، لا يقابلان بعوض، ولو حبس ظلما فبذل مالا لمن يخلصه بجاهه أو غيره كعلمه وولايته، جاز، لان عدم التعين صادق بكون العمل فرض كفاية
حاشية البجيرمي على الخطيب (9/  48)
وَشُرِطَ فِي الْعَمَلِ وَهُوَ الرُّكْنُ الرَّابِعُ كُلْفَةٌ وَعَدَمُ تَعَيُّنِهِ ، فَلَا جُعْلَ فِيمَا لَا كُلْفَةَ فِيهِ وَلَا فِيمَا تَعَيَّنَ عَلَيْهِ كَأَنْ قَالَ : مَنْ دَلَّنِي عَلَى مَالِي فَلَهُ كَذَا وَالْمَالُ بِيَدِ غَيْرِهِ ، أَوْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ الرَّدُّ لِنَحْوِ غَصْبٍ وَإِنْ كَانَ فِيهِ كُلْفَةٌ ؛ لِأَنَّ مَا لَا كُلْفَةَ فِيهِ وَمَا تَعَيَّنَ عَلَيْهِ شَرْعًا لَا يُقَابَلَانِ بِعِوَضٍ

KEEMPAT, karna ada syarat rukun yang tidak terpenuhi di atas sehingga akad transaksinya fasid, maka HARAM mengikutinya.

غاية تلخيص المراد (ص: 53)
(مسألة): تعاطي العقود الفاسدة حرام إذا قصد بها تحقيق حكم شرعي، ويأثم العالم بذلك ويعزر، لا ما صدر منه تلاعباً
حاشية إعانة الطالبين (3/  105)
تنبيه قال في المغني: هل يجوز الاقدام على التصرف بالوكالة الفاسدة ؟ قال ابن الرفعة: لا يجوز، لكن استبعده ابن الصلاح، وهذا هو الظاهر، لان هذا ليس من تعاطي العقود الفاسدة، لانه يقدم على عقد صحيح
الأشباه و النظائر (ص: 287)
القاعدة الخامسة: تعاطي العقود الفاسدة حرام. كما يؤخذ من كلام الأصحاب في عدة مواضع
KELIMA, selain kefasidan akadnya, sistem MLM nya juga dapat dapat merugikan dan menimbulkan ketidak adilan dan itu tidak diperbolehkan.
الموسوعة الفقهية 28 ص 179
الأَصْلُ تَحْرِيمُ سَائِرِ أَنْوَاعِ الضَّرَرِ إِلا بِدَلِيلٍ (2) ، وَتَزْدَادُ حُرْمَتُهُ كُلَّمَا زَادَتْ شِدَّتُهُ ، وَقَدْ شَهِدَتْ عَلَى ذَلِكَ النُّصُوصُ الشَّرْعِيَّةُ الْكَثِيرَةُ ، مِنْهَا :
قَوْله تَعَالَى : { لا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ } (3) .
وقَوْله تَعَالَى : { وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا } (4) وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لا ضَرَرَ وَلا ضِرَارَ " (1) ، وَهَذَا الْحَدِيثُ يَشْمَلُ كُلَّ أَنْوَاعِ الضَّرَرِ لأَنَّ النَّكِرَةَ فِي سِيَاقِ النَّفْيِ تَعُمُّ ، وَفِيهِ حَذْفٌ ، أَصْلُهُ لا لُحُوقَ أَوْ إِلْحَاقَ ، أَوْ لا فِعْلَ ضَرَرٍ أَوْ ضِرَارٍ بِأَحَدٍ فِي دِينِنَا ، أَيْ : لا يَجُوزُ شَرْعًا إِلا لِمُوجِبٍ خَاصٍّ

ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﻓﻲ ﻣﺼﺎﻟﺢ ﺍﻷﻧﺎﻡ : ( 26/2 )
ﺍﻟْﻤِﺜَﺎﻝُ ﺍﻟﺮَّﺍﺑِﻊُ : ﺍﻟﻨَّﻬْﻲُ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊِ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻴْﻊِ ﺍﻟْﺄَﺥِ ﻣَﻊَ ﺗَﻮَﻓُّﺮِ ﺍﻟﺸَّﺮَﺍﺋِﻂِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﻛَﺎﻥِ، ... ﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟﻨَّﻬْﻲُ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﻤَﻌْﻨَﻰ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊِ، ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﻧَﻬْﻲٌ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﺈِﺿْﺮَﺍﺭِ ﺍﻟْﻤُﻘْﺘَﺮِﻥِ ﺑِﺎﻟْﺒَﻴْﻊِ
إحياء علوم الدين (2/  374)
 القسم الثاني ما يخص ضرره المعامل فكل ما يستضر به المعامل فهو ظلم وإنما العدل لا يضر بأخيه المسلم والضابط الكلي فيه أن لا يحب لأخيه إلا ما يحب لنفسه فكل ما لو عومل به شق عليه وثقل على قلبه فينبغي أن لا يعامل غيره به بل ينبغي أن يستوي عنده درهمه ودرهم غيره

Demikian uraian keharaman paytren khususnya mitra pebisnis. Untuk mitra pengguna meskipun tidak terikat jaringan bisnis MLM-nya, namun karna secara tidak langsung ikut menyokong eksistensi bisnis yang Haram, maka Haram pula hukum-nya. Sebagai tambahan informasi, berikut adalah kemitraan paytren.

KEMITRAAN PAYTREN TERBAGI DUA

1). Ada mitra pengguna>> biaya daftar cukup bayar Rp 20.000 - 50.000 ribu, namun hanya bisa transaksi pulsa dan voucher game.

2). Ada mitra pebisnis>> biaya daftar minimal Rp 350.000 ribu (Tiga Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) dan bisa transaksi berbagai macam pembayaran; seperti pulsa, token, tiket, bpjs, kredit dan lain lain, serta bisa mengikuti bisnis jaringan dengan keuntungan sebagai berikut:
  1. Komisi Sponsor>> dimana mitra memperoleh komisi Rp 75.000 ribu (Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah) setiap kali merekrut member baru (downline) atas lisensi kita.
  2. Komisi Leadership>> dimana mitra menjadikan setiap dua downline yang ia rekrut langsung (generasi 1) menjadi dua bagian ; yaitu kaki kanan dan kiri, dan dari setiap pasangan kanan dan kiri yang terbentuk tersebut, ia mendapat komisi Rp 25.000 ribu (Dua Puluh Lima Ribu Rupiah), namun di batasi maksimal Rp 300rb/hari atau 12 (Dua Belas) pasang.
  3. Bonus Generasi Leadership>> dimana setiap downline  dari level/generasi 1-10 berhasil membuat pasangan, mitra (upline) akan memperoleh Rp.1000 (Seribu Rupiah) untuk tiap pasangan. [dari sini jelas paytren itu MLM karna menggunakan skema ponzi/piramida]
  4. Bonus generasi sponsor>> dimana mitra memperoleh Rp.2000 (Dua Ribu Rupiah) setiap kali downline-nya dari generasi 1-10 merekrut member baru.
  5. Cashback>> dimana mitra mendapat 5-17% dari keuntungan paytren yang diperoleh dari setiap transaksi yang mitra lakukan, juga yang dilakukan downline-nya dari generasi 1-10.
Jadi sangat jelas, disana ada pendapatan mitra yang berasal /di sebabkan rekrut dan transaksi orang lain,bukan dirinya sendiri.

Multi Level Marketing adalah sebuah sistem penjualan yang belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Islam. Leiteratur fiqih klasik tentu tidak memuat hal seperti MLM itu. Sebab MLM ini memang sebuah fenomena yang baru dalam dunia marketing.
Hukum Mengikuiti Bisnis MLM
Karena MLM itu masuk dalam bab Muamalat, maka pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.
Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.
Teliti Dan Ketahui Dengan Pasti
Maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang akan membuat anda jauth ke dalam hal yang diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan anda atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya dan seterusnya.
Sebaiknya anda harus yakin terlebih dahulu bahwa produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, baik zatnya maupun metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Legalisasi Syariah
Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.
Kepada pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan terlalu mudah dulu untuk mengatakan bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.
Hindari Produk Musuh Islam
Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara langsung atau pun tidak langsung. Bukna tidak mungkin ternyata perusahaan induknya malah menjadi donatur musuh Islam dan keuntungannya bisinis ini malah digunakan untuk MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya.
Meski pada dasarnya kita boleh bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau bekerjasama yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk musuh Islam di masa kini sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.
Jangan Sampai Berdusta
Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.
Dengan rumus hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun dini`. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Dan simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau kemana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal -misalnya- ujung-ujungnya hanya jualan obat.
Kami tidak mengatakan bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.
Hati-hati Dengan Mengeksploitir Dalil
Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang tepat.
Misalnya bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang . Yang benar adalah beliau memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau adalah dari harta rampasan perang / ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah buknalah Up-linenya sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya.
Jadi jangan mentang-mentang yang diprospek itu umat Islam, atau ustaz yang punya banyak jamaah, atau tokoh yang berpengaruh, lalu dengan enak kita tancap gas tanpa memeriksa kembali dalil yang kita gunakan.
Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai / berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberi barang /jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian.
Jangan Sampai Kehilangan Kreatifitas Dan Produktifitas
MLM itu memang sering menjanjikan orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot keinginan dari sejumlah orang dengan sangat besar. Dan karena menggunakan sistem jaringan, memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual rupa-rupa produk. Harus diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah industri, maka jangan sampai jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi loyo dan mati. Sebab di belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk secara massal.
Padahal umat ini butuh orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja yaitu : B E R J U A L A N produk sebuah industri.
Etika Penawaran
Salah satu hal yang paling `mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang disitulah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga disitulah titik yang menimbulkan masalah.
Biasanya para distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana. Misalnya seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil memubuka pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Hanya saja karena kawan lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang distributor bisa bermasalah.
Atau suasana yang penting menjadi terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian berubah menjadi ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan kesempatan penting berubah jadi `pasar`. Tentu ini akan terasa mengganggu.
Batasan Hukum dalam Bisnis MLM 
Multi Level Marketing (MLM) adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantai down line, dimana pihak produsen dapat mengurangi biaya marketing sehingga sebagian biaya marketing dipakai untuk bonus bagi orang yang memperoleh jaringan yang besar. Memang banyak alasan orang yang bergabung dalam bisnis MLM ini, di antaranya karena iming-iming bonus tetapi ada juga yang memang karena motivasi ingin memiliki produknya.


Bagaimana menurut hukum Islam tentang bisnis MLM ini?


Multi Level Marketing (MLM) adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan).

Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan.

MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM.

Kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM.

Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi hukumnya boleh (mubah) sehingga ada argumentasi yang mengharamkannya.

Allah SWT berfirman

 
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
 

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah: 275)

 
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
 

Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan. (QS Al Maidah: 2)

Rasulullah SAW bersabda:

 
إنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
 

Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)

 
المُسْلِمُوْنَ عَلي شُرُوْطِهِمْ
 

Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka. (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim) 


Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut:



1.Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu'  yang prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: - Riba' -Ghoror (penipuan) - Dhoror (merugikan atau mendhalimi fihak lain) - Jahalah (tidak transparan).

2.Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut: - Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggung jawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak dam hukumnya haram.

- Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.

- Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.


3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah money game atau arisan berantai yang sama dengan judi dan hukumnya haram.

4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.

Demikan batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat, khususnya dan bagi kaum muslimin Indonesia agar dapat menjadi salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi. Wallahua’lam bishshawab

Transaksi Dua Aqad dalam Praktik MLM

Dalam kajian fikih ada istilah al-‘aqdain fil ‘aqd atau al-bai’ain fi al-bai’ah yang berarti dua aqad yang terkumpul dalam sesuatu transaksi. Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad Bin Hanbal dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud RA telah melarang model transaksi seperti ini.
Para fuqaha merinci penjelasan mengenai al-‘aqdain fil ‘aqd ini ke dalam tiga model. Pertama, adanya dua harga dalam sebuah jual beli. Misalnya, jika seseorang mengatakan kepada orang lain, “Aku jual baju ini kepadamu  dengan harga sepuluh dirham jika tunai, dan dua puluh dirham jika hutang.” Kemudian kedua orang tersebut berpisah dan belum ada kesepakatan tentang salah satu model jual beli tersebut.
Dikatakan bahwa jual beli semacam ini telah rusak (fasid), karena kedua pihak yang bertransaksi tidak mengetahui harga mana yang dipastikan. Asy-Syaukani menyatakan, sebab diharamkannya jual beli semacam itu adalah tidak disepakatinya salah satu (aqad) harga dari dua (aqad) harga tersebut. Akan tetapi, jika kedua orang tersebut bersepakat tentang salah satu aqad (harga) dari dua aqad (harga) jual beli tersebut; misalnya pembeli menerima harga baju tersebut 20 dirham secara kredit sebelum keduanya berpisah, maka sahlah jual beli tersebut. Sebab, harga baju itu telah ditetapkan, dan kedua belah pihak mengetahui dengan jelas harga dari baju tersebut serta bentuk transaksinya.
Kedua, Imam Syafi’i, menafsirkan al-‘aqdain fil ‘aqd sebagai jual beli bersyarat. Misalnya, jika seseorang berkata kepada orang lain, “Saya jual rumahku kepadamu dengan harga sekian, akan tetapi engkau harus menikahkan putramu dengan putriku.” Muamalat semacam ini menyebabkan tidak jelasnya harga.
Ketiga, al-‘aqdain fil ‘aqd adalah memasukkan transaksi kedua ke dalam transaksi pertama yang belum selesai. Misalnya, jika seseorang memesan barang dalam jangka waktu satu bulan, dengan harga yang telah ditentukan. Ketika tempo masa telah tiba, pihak yang dipesan meminta kembali barangnya dengan berkata kepada pemesan, “Juallah barang yang seharusnya saya berikan kepada anda dengan harga sekian, tapi jangkanya ditambah dua bulan.” Jual beli semacam ini adalah fasid, sebab aqad yang kedua telah masuk pada aqad yang pertama. Demikianlah.
Para ahli fikih sering mengkaji transaksi multi level marketing  yang saat ini semakin beragam model melalui perspektifal-‘aqdain fil ‘aqd ini, yakni adanya dua akad dalam satu transaksi.
Paling tidak MLM bisa diklasifikasikan kedalam tiga model:  Pertama, MLM yang membuka pendaftaran member (posisi) dimana member tersebut harus membayar sejumlah uang sembari membeli produk. Pada waktu yang sama juga, dia menjadi referee atau makelar bagi perusahaan dengan cara merekrut orang, karena ia akan mendapatkan "nilai lebih" jika berhasil merekrut orang lain menjadi member dan membeli produk. Maka praktek MLM seperti ini jelas termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd. Sebab, dalam hal ini orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran (samsarah) secara bersama-sama dalam satu akad.
Kedua, ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk meski untuk keperluan itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (poin), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya. Maka praktek ini juga termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd, yakni akad membership dan akadsamsarah (pemakelaran).
Membership tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu, yakni ketika pada suatu hari dia membeli produk dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat poin karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member.

Ketiga,
MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang.

Ini sangat berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dalam MLM model ketiga ini pihak-pihak terkait sebenarnya tidak melakukan transaksi apa-apa, hanya melakukan semacam permainan bisnis yang mirip sekali dengan perjudian
Bagaimana hukum bisnis Multi Level Marketing (MLM). Contoh Si A mendaftar dengan membayar uang umpama Rp 150.000, maka si A masuk level I. Kemudian si A berhasil merekrut dua orang member yang juga harus membayar Rp 150.000, pada pihak pusat. Maka si A mendapat komisi dari masing-masing member Rp 25.000. Jadi Rp 25.000 x 2 member = Rp 50.000.
Kedua downline level I, masing-masing berhasil merekrut 2 member, berarti jumlah member dua, empat orang dan pendapatan si A = Rp 20.000, akumulasi Rp 70.000.
Ketiga... dan seterusnya.
Hingga meraup rupiah sampai jutaan dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Bisnis ini dijuluki bisnis "Anak Cucu"
Jawaban
Dalam bisnis Multi Level Marketing seperti contoh yang anda berikan, terdapat hal-hal yang tidak jelas, yaitu:
·         Kalau si A mendaftar dengan membayar Rp 150 ribu
o    Mendaftar sebagai apa?
o    Uang Rp 150 ribu diserahkan kepada siapa dan bagaimana akadnya? Apakah akad jual beli, atau akad hutang piutang, atau akad syirkah, atau akad qiradl, atau akad shadaqah, atau akad apa lagi?
·         Kalau si A berhasil merekrut dua orang member yang juga membayar kepada pusat masing-masing Rp 150.000,- si A mendapat komisi sebanyak 2 X Rp 25.000,- = Rp 50.000,- . Dari mana uang Rp 50.000,- diberikan oleh pusat kepada si A? Dan bagaimana akadnya?
·         Andaikata si A tidak berhasil merekrut orang lain untuk bermain dalam bisnis MLM ini, dapatkah uang yang telah dibayarkan oleh si A ditarik kembali. Demikian pula halnya dengan dua orang yang telah direkrut oleh si A, jika dia tidak dapat merekrut orang lain lagi, dan menginginkan uangnya kembali, dapatkah si A/pusat bertanggung jawab?
Kalau saya amati dari contoh yang anda berikan mengenai bisnis Multi Level Marketing ini, maka bisnis ini jelas-jelas tidak termasuk muamalah yang diperbolehkan dalam agama Islam seperti: bai', silm, rahn, hijr, suluh, hiwalah, dlaman, kafalah, syirkah, qiradl, wakalah, wakalah, iqrar, 'arah, syuf'ah, musafah, ju'alah, ijarah, wakaf, hibah dan wadi'ah yang jelas akadnya dalam syariat agama Islam.
Bisnis yang tidak jelas akadnya seperti ini pada akhirnya pasti banyak pihak yang dirugikan yaitu orang-orang yang tidak lagi bisa merekrut member. Yang jelas, kalau tidak merugikan dri sendiri, pasti merugikan orang lain. Dan hal ini dilarang oleh Rasulullah saw:
اَلضَّرَرُ يُزَالُ .
Perbuatan yang merugikan itu harus dilenyapkan.
Dekripsi
Krisis ekonomi telah memberikan implikasi terhadap lemahnya daya beli masyarakat, sementara persaingan dibidang usaha terus meningkat. Hal ini mendorong beberapa perusahaan menerapkan kiat-kiat tertentu dalam memasarkan produknya, diantaranya dengan menggunakan sistem multi level marketing (MLM) seperti CNI, DXN, Rich Exl.Pers dan lain-lain. Dalam sistem ini seseorang dapat menjadi anggota ( distributor) dengan cara membeli produk perusahaan tersebut dalam jumlah tertentu dan membayar uang administrasi, kemudian dia akan mendapatkan komisi apabila bisa mendapatkan anggota ( Down Line) atau point dalam jumlah tertentu, semakin banyak anggota atau point yang diperoleh maka semakin besar pula komisi yang didapat. Yang menarik dari sistem ini bila anggota yang dibawah mendapat down line atau point maka anggota yang diatasnya ikut terdongkrak (bertambah anggota atau pointnya).

Pertanyaan:

a. Termasuk kategori aqad apakah praktek MLM tersebut?

b. Apakah praktek tersebut diatas dapat dibenarkan oleh syara’?

c. Apabila tidak boleh bagaimanakah solusi bagi orang yang telah menjadi anggota MLM?

(PP. Al-Falah Ploso Kediri)


Jawaban No . 01 Bag . A

Praktek tersebut temasuk Ju’alah dan Bai ’ yang Fasid

- Ju’alah fasidah karena :

1. Amalnya tidak ada kulfah (beban)

2. Iwadlnya ( upah ) tidak maklum ( dalam dongkraannya )

3. Ada syarat bai’ dalam akad

- Bai’ fasid karena di jadikan syarat dalam akad Ju’alah

Ibarat :

 ( وعبارته ) : وهي بتثليث الجيم شرعا التزام عوض معلوم على عمل معين او مجهول عسر علمه وأركانها اجمالا أربعة : الركن الأول العاقد وهو الملتزم للعوض ولو غير المالك والعامل - الى أن قال – الركن الثانى الصيغة وهو من طرف الجاعل لا العاملالى ان قال – الركن الثالث الجعل وشرط فيه ما شرط فى الثمن فما لايصح ثمنا لكونه مجهولا او نجسا لايصح جعله جعلا ويستحق العامل أجرة المثل فى المجهول والنجس المقصود – الى أن قال – الركن الرابع العمل وشرط فيه كلفة وعدم تعينه فلا جعل فيما لاكلفة فيه .

[ اعانة الطالبين الجزء الثالث ص 123 ]

( وعبارته ) : الحالة الخامسة : أن يكون الشرط مما لايقتضيه العقد ولم يكن لمصلحته وليس شرطا فى صحته او كان لغوا ، وذلك هو الشرط الفاسد الذى يضر بالعقد ، كما اذا قال له بعتك بستانا هذا بشرط ان تبيعنى دارك ، او تقرضنى كذا ، او تعطينى فائدة مالية . وانما يبطل العقد بشرط ذلك اذا كان الشرط فى صلب العقد ، أما اذا كان قبله ولو كتابة فإنه يصح إهـ .

[ كتاب الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الثانى ص 228 ]

( وعبارته ) : ( وبيع بشرط ) كبيع بشرط بيع او قرض للنهي عنه فى خبر أبى داود وغيره ( قوله كبيع بشرط الخ ) كبعتك ذاالعبد بألف بشرط أن تبيعنى دارك بكذا ، او تقرضنى مائة من الدراهم ، ثم ان أوقعوا العقد الثانى بأن باعه الدار أو أقرضه الدراهم مع علمهما بفساد الأول صح والا فلا ومحل فساد الأول ان وقع الشرط فى صلب العقد والا فلا يضر إهـ .
حاشية الشرقاوى الجزء الثانى ص 53 ]

Jawaban No . 01 Bag . B

Tidak di benarkan(haram)


( وعبارته ) : ( مسئلة ) تعاطى العقود الفاسدة حرام اذا قصد بها تحقيق حكم شرعي ويأثم العالم بذلك ويعزر لا ما صدر عنه تلاعبا او لم يقصد به تحقيق حكم لم يثبت مقتضاه عليه إهـ .

[ غاية تلخيص المراد ص 122 ]

( وعبارته ) : القاعدة الخامسة تعاطى العقود الفاسدة حرام كما يؤخذ من كلام الأصحاب فى عدة مواضع إهـ .

[ الأشباه والنظائر ص 287 ]

Jawaban No . 01 Bag . C

Karena dia sudah melakukan praktek akad yang tidak sah maka dia wajib keluar dari sistem tersebut dan bila sudah menerima barang dan komisi maka wajib mangembalikannya. Dan dia hanya berhak mendapat ujroh misil.

Catatan :

Bagi seluruh Kaum Muslimin harap waspada dengan praktek semacam ini, karena ada diantara sistem semacam ini melakukan penipuan.


)فعلى الأول ) وهو عدم صحة البيع بالمعاطاة ( المقبوض بها كالمقبوض بالبيع الفاسد فيطالب كل صاحبه بما دفع اليه ان بقي وببدله ان تلف .

[ أسنى المطالب الجزء الثانى ص 3 ]

( وعبارته ) : اعلم ان كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة الى التوبة منها والتوبة من حقوق الله يشترط فيها ثلاثة أشياء أن يقلع عن المعصية فى الحال وان يندم على فعلها وان يعزم ان لايعود اليها ، والتوبة من حقوق الآدميين يشترط هذه الثلاثة ورابع وهو رد الظلامة الى صاحبها وطلب عفوه عنها والإبراء منها .

[ الحاوى للفتاوى الجزء الأول ص 109 ]

PEMBELIAN BARANG DIIKUTI PENCARIAN CALON PEMBELI BARU SECARA BERANTING DENGAN MENJANJIKAN BONUS TERTENTU
PENGANTAR
Dengn dalil untuk menekan beaya promosi, perusahaan penjual barang menawarkan dengan harta tertentu, dan kepada pembeli terdahulu diberikan peluang mencari calon pembeli baru denan dijanjian bonus keuntungan tertentu. Betapa harga yang terpasang jauh lebih mahal dari harga di pasaran , namun pembeli bersemangat membelinya karena rangsangan bonus yang menggiurkan sekira berhasil mendapatkan calon pembeli baru. Praktek jual beli seperti itu antara lain:
  1. Penawaran emas dengan cara indent (pesanan) dengan pembayaran tunai seharga Rp. 8.500.000.- (delapan juta limaratus ribu rupiah). Penyerahan emas yang dipesan terjadi antara 1-2 bulan kemudian. Batangan emas sesuai bentuk pemesanan apabila dijual ke pasar bebas hanya laku sekitar Rp. 3.000.000.- (tiga juta rupiah). Pembeli berani menempuh cara beresiko itu karena ia berharap keuntungan besar melebihi uang tunai yang diserahkan sekira ia berhasil mendapatkan sejumlah pembeli baru (sembilan orang ke atas). Demikian pula pembeli kedua dan setorannya secara beranting. Cara seperti itu antara lain dipraktekkan oleh PT. Gold Quest. Lebih parah lagi ang dilakukan oleh Probes karena bukti emas yang ditawarkan tidak ada wujudnya.
  2. Penawaran komditas tertentu lengkap harga terpasang. Apabila pembeli bisa mendapatkan sejumlah pembeli baru, maka pembeli pertama berhak menerima bonus keuntungan berlipat. Demikian seterusnya secara beranting. Sebagian cara tersebut merupakan bentuk penjualan dari system “multi level marketing (MLM)”, seperti diselenggarakan oleh Rich Express dan lain-lain.
TINJAUAN HUKUM ISLAM
Kedua praktek jual beli tersebut di atas berindikasi kuat melanggar norma syariat Islam bila ditinjau dari data-data sebagai berikut :
  1. Emas logam mulia atau berbentuk perhiasan tergolong “maal ribawi”. Bila hendak dilakukan jual beli harus berlangsung secara tunai (yadan bi yadin), artinya saat pembayaran arus diikuti dengan penyerahan barangnya. Dalam Islam dilarang terjadi penjualan emas yang pembayaranya dihutang. Dengan demikian pembelian emas dengan cara indent atau pemesanan yang dikelola oleh PT. Gold Quest dan lain-lain status hukumnya “haram”, karena penyerahan emasnya terjadi dalam tempo 1-2 bulan kemudian.
DASAR HUKUM
SHOHIH MUSLIM JUZ 8 HAL 259
SUNAN NASA’I JUZ 14 HAL 118
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
IS’ADURROFIQ (SARH SULAM TAUFIQ) JUZ 1 HAL 134
فعلم مِمَّا تقرَّر أَنَّهُ يَحْرُمُ بَيْعُ اَحَد النَّقْدَيْنِ اى مُؤَجَّلاً وَلَو بِلَحظَةٍ أَو بِغَيْرِ تَقَابُضٍ فى المَجْلِسِ أَوْ بِجِنْسِهِ كَذَلِكَ اى نَسِيئَة أَو بِغَيْرِ تَقَابُضٍ فِى المَجْلِسِ
AL MAJ’MU’ SARH AL MUHADZAB JUZ 9 HAL 403
قال المصنف رحمه الله * (فاما يحرم فيه الربا فينظر فيه فان باعه بجنسه حرم فيه التفاضل والنساء والتفرق قبل التقابض
  1. Jual beli diikat dengan persyaratan yang dibebankan kepada pembeli, yaitu mencari calon pembeli baru sejumlah orang tertentu. Perlekatan syarat tersebut yang bertarap majhul justeru menjadikan aqad (transaksi) jual belinya dinyatakan fasid (rusak). Factor penyebab kefasidan aqad karena syarat tersebut tidak merupakan sesuatu yang umum dibudayakan masyarakat, bukan konsekwensi yuridis/ hukum dari aqad dan tidak emberi nilai tambah bagi kemaslahatan transaksinya. Oleh karena status aqadnya fasid, maka penguasaan bendanya menjadi haram.
DASAR HUKUM
AL MUWATTA’ JUZ 4 HAL 287
عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعَودٍ ابْتَاعَ جَارِيَةً مِنْ امْرَأَتِهِ زَيْنَبَ الثَّقَفِيَّةِ وَاشْتَرَطَتْ عَلَيْهِ أَنَّكَ إِنْ بِعْتَهَا فَهِيَ لِي بِالثَّمَنِ الَّذِي تَبِيعُهَا بِهِ فَسَأَلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ عَنْ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ لَا تَقْرَبْهَا وَفِيهَا شَرْطٌ لِأَحَدٍ
AL MAJMU SARH AL MUHADZAB JUZ 9 HAL 367
قال الصمنف رحمه الله * (فان شرط ما سوى ذلك من الشروط التى تنافى مقتضى البيع بان عبدا بشرط أن لا يبيعه أو لا يعتقه أو باع دارا بشرط أن يسكنها مدة أو ثوبا بشرط أن يخيطه له أو فلعة بشرط أن يحذوها له بطل البيع لما روى عن النبي صلى الله عليه وسلم (أنه نهى عن بيع وشرط) وروى (أن عبد الله ابن مسعود اشترى جارية من امرأته زينب الثقفية وشرطت عليه أنك ان بعتها فهى لى بالثمن فاستفتى عبد الله عمر رضى الله عنهما فقال لا تقربها وفيها شرط لاحد) وروى أن عبد الله اشترى جارية واشترط خدمتها فقال له عمر رضى الله عنه لا تقربها وفيها مثنوية ولانه شرط لم يبن على التغليب ولا هو من مقتضى العقد ولا من مصلحته فأفسد العقد
  1. Usaha mendapatkan calon pembeli baru secara berantai telah menciptakan kondisi ketidakjelasan siapakah penanggungjawab sebagai pemilik sah komoditas yang ditawarkan atau pihak penerima kuas hukumnya. Kondisi tersebut menjadikan rancu dan ketidakpastian sekira terjadi claim, kepada siapa gugatan itu harus ditujukan. Keadaan tersebut meniadakan hukum keabsahan jual beli karena subyek penjual sebagai sendi hukum (arkan al-bai) atau penerima mandat wakalah tidak jelas.
  1. Harga terpasang untuk komoditas (emas/benda lain) yang ditawarkan tidak sebanding harga komoditas serupa di pasar bebas. Kesenjangan harga tersebut mengindikasikan sulit terbentuk suasana keridlaan (al taradhi) antara kedua belah pihak. Berhubung keridhaan itu menjadi asas huum sahnya aqad jual beli, maka factor kesenjangan harga berpeluang besar terhadap kerugian sepihak yang dipaksakan dan berbau ghurur.
DASAR HUKUM
عَن عَبْدُ اللهِ بن عمرو بن العاص قال: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَيَحِلُّ سَلَف وَبَيْعٌ وَلاَشَرْطَانِ فِى بَيْع وَلاَ رِبْحَ مَالمَ تَضمن وَلاَ بَيْع مَا لَيْسَ عِنْدَكَ . أخْرجَهُ أبو دَاود 3504 وَالترمذى والنسائى وابن ماجه وَقَالَ الترمذى حسن صحيح.
AL FIQH AL ISLAM WA ADILLATUH JUZ 4 HAL 152
وَقَالَ الشَّافِعيةُ فى الأصح: لاَيَصِحُّ تَعْلِيْقُ الوَكَالَةِ بِشَرْطٍ مِنْ صِفَةٍ أِوْ وَقْتٍ, مثل إِنْ قَدمَ زَيْدٌ أَو رأس شَهر فَقَدْ وَكَلْتُكَ كَذَا, لِمَا فِى التَعْلِيْقِ من غرر (اى احتمال)
AL FIQH AL ISLAM WA ADILLATUH JUZ 4 HAL 95
وَإِنَّمَا يَصِحّ بِكُلِّ مَا يَدُلُّ عَلَى الرِّضَا المتبدل بِحَسَبِ اعراف النَّاسِ وَعَادَاتهم, لأنَّ الأَصْلَ فِى العُقُودِ هُو الرِّضَا لِقَولِهِ تَعَالَى إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَة عَن تَرَاضٍ مِنْكُم وَقَولُهُ عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلاَمِ إِنَّمَ البَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
  1. Bonus yang dijanjikan apabila dapat menjaring sejumlah calon pembeli baru cenderung sebagai riba, bukan keuntungan dari ba’i murabahah dan sebagainya. Dengan demikian status hukum bonus itu haram diterima.
DASAR HUKUM
AL FIQH AL ISLAM WA ADILLATUH JUZ 4 HAL 706
4- الا يترتب على المرابحة فى اموال الربا وجود الربا بالنسبة للثمن الأول, كأن يشتري المكيل او الموزون بجنسهِ مثلا بمثل, فلايجوز له ان يبيعه مرابحة لأن المرابحةَ بيع بالثمن الأول وزيادة, وللزيادة فى أموال الربا ربا لاربحًا
Berdasar tinjauan dari segi norma syariat Islam tersebut, maka Pengurus Nahdlatul Ulama Jawa Timur menyatakan bahwa status jual beli emas versi Gold Quest yang menerapkan system mencari calon pembeli baru secara berantai, hukumnya haram. Demikian pula jual beli komoditas lain yang menerapkan pencarian calon pembeli baru secara berantai, hukumnya haram.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum melihat hewan kawin

Nonton vidio purno pembangkit gairah pasutri

Maksud Bertemunya Dua Khitan